Ceritanya tadi pagi saya ke Thamrin City untuk beli kado perpisahan teman-teman yang mutasi. Eh baru masuk Thamcit kok malah adem panas gara-gara baru ngeh ada yang tidak beres dengan pakaian saya.
Saya berencana ke Thamcit sebenarnya kemarin pagi, tetapi karena sedang berselera untuk mencuci dan menulis blog sambil gegoleran di kasur maka niat itu saya urungkan. Pagi tadi sekitar pukul 9.00 wib, setelah selesai menulis di blog tentang batik kotak-kotak, saya mulai mempersiapkan diri untuk ke Thamcit. Setelah mandi, saya buru-buru ganti pakaian, memakai celana pendek selutut yang memang sih sudah saya beli dan pakai sejak tahun 2008an. Celana pendek ini sudah pernah saya pakai dari ke Karimun Jawa hingga entah ke mana.

Celana ini sebenarnya sudah saya pakai dari kemarin sore sebelum Maghrib, saat akhirnya setelah mengurung diri di kamar seharian saya memutuskan untuk mencari makan di warung sebelah kos lalu membeli air galon isi ulang di dekat situ. Dari kemarin saat mengambil celana pendek ini di tumpukan celana, saya tidak mengecek detail celana, hanya ambil dan segera pakai. Tadi pagi, sebelum ke Thamcit, saya sempat mencari makan ke warung yang jaraknya sekitar 150 meter dari kos dengan suasana jalanan cukup ramai orang berlalu lalang, mengendarai motor, serta warung yang dipenuhi beberapa pelanggan. Setelah membungkus makan, balik ke kos, makan, maka saya segera bergegas berangkat ke Thamcit.
Walaupun cuma ke Blok A Tanah Abang atau Thamcit, biasanya saya masih memakai celana jeans pendek, jeans panjang, atau celana bahan pendek, jarang banget pakai celana kolor gini. Dengan berjalan ke luar kompleks, menyalip beberapa pejalan kaki yang jalannya agak pelan, lalu naik angkot, turun dari angkot, berjalan ke stasiun, menyalip beberapa pejalan kaki dekat stasiun, hingga akhirnya saya berdiri tertahan cukup lama menunggu melintas ke jalur 1 karena di jalur 2 masih ada kereta yang berhenti. Suasana libur anak sekolah membuat komuter lebih ramai daripada hari libur biasa.
Di dalam kereta, saya berdiri tidak di tempat favorit saya yaitu bersandar di pojokan dekat pintu yang tertutup karena sudah ada orang yang menempati. Saya berdiri di depan orang yang sedang duduk dengan menggelantungkan tangan dan membelakangi penumpang di deret kursi satunya. Walaupun cukup banyak penumpang, tidak ada penumpang yang berdiri di depan deret kursi belakang saya berdiri, sebagian besar penumpang mendekati pintu ke luar.
Saya tiba di stasiun Palmerah dan langsung naik eskalator ke lantai 2 untuk kemudian ke luar ke arah Pasar Palmerah. Saya menunggu metromini menunju Thamcit di halte dekat pasar yang saat itu lalu lintasnya cukup macet. Ada metromini lewat yang terlihat penuh yang akhirnya aku dan beberapa ibu naiki untuk menuju Thamcit. Benar saja, di dalam metromini sudah penuh penumpang dan akhirnya saya dapat tempat berdiri di bagian belakg depan penumpang belakang duduk. Karena berdiri di atas bagian roda metromini yang mana membuat bagian saya berpijak lebih tinggi dari bagian lain, maka saya agak membungkukkan badan dan cenderung seperti posisi ruku’ saat salat dengan menyandarkan badan saya ke bangku penumpang di depan saya. Akhirnya saya memilih untuk jongkok daripada kepala dan badan pegal. Dengan keadaan yang macet karena ramainya pemakaman di Karet, maka saya yang mulai pegal karena jongkok memutuskan untuk berdiri dengan posisi seperti membungkuk lagi dengan membelakangi beberapa penumpang, kebetulan yang di belakang saya pas adalah seorang mbak. Setlah capek membungkuk, saya kembali jongkok tetapi metromini belum juga sampai di dekat Stasiun Karet. Di sekitar Stasiun Karet, beberapa penumpang belakang turun sehingga saya bisa duduk sejenak hingga tiba di Thamcit.
Sekitar pukul 11.45 wib saya tiba di Thamcit. Saya mulai berputar ke sana-ke mari mencari Batik. Baru sekitar 15 menit saya berkeliling, tanpa sengaja saya mau menaruh uang receh untuk jaga-jaga di saku belakang celana. Dan waleleh…. saya merasakan tangan saya masuk ke dalam celah di bagian belakang celana saya, bukan ke kantong belakang. Argghhhh, sobeknya terasa cukup besar. 🙁
Tas punggung yang dari awal berangkat dari kos hingga barusan saya taruh di dada, demi menjaga uang tunai yang cukup banyak untuk membeli hadiah 11 orang, segera saya pindahkan ke belakang dengan gaya diselampirkan di satu bahu saja biar lebih jatuh dan menutupi pantat. Saya segera mencari toko yang menjual celana, dan tiba-tiba terasa tidak ada toko yang menjual celana. Saya agak berjalan ke arah tepi di mana relatif sepi pengunjung untuk mencari celana, dan akhirnya membeli celana batik pendek. Setelah itu saya bergegas ke kamar mandi untuk berganti celana dengan masih menyelampirkan tas di belakang. Mungkin begitu ya rasanya cewek-cewek yang tahu nembus pas lagi dapat. Di cermin toilet lantai lowerground yang sepi, saya sempat mengecek seberapa besar sobek di celana saya. Saya terkaget-kaget karena lebarnya ada kali sejengkal telapk tangan saya. Huwaaaaaaaaaa…. Ini pasti sudah sobek lama pas di mana, bukan selama perjalanan ke Thmacit pas jongkok tadi atau apa. Iya sih saya sudah agak lama tidak memakai celana ini. Burburu lah saya ganti celana dan merasa semua orang dari kemarin melihat pantat saya. Mana lagi semok, gak seksi, dan gosong hasil berjemur sebulan ini pula. Apalagi saya sedang tidak memakai celana dalam yang ngeheits, coba sedang mamakai yang warna dab bentuknya menarik pasti saya lebih pede.
Saya mereka ulang adegan dengan memakai celana dan kaos yang sama tetapi dengan celana dalam yang lebih ngeheits. Saat itu saya memakai brief yang sewarna dengan celana pendek saya, dan kali ini memakai trunk dengan warna hijau neon. Pakai trunk saja masih kelihatan kulit saya, apalagi pakai brief, berapa banyak aurat saya yang terlihat apalagi selama pose nungging di metromini. -_____-“

Mood belanja saya langsung drop dan saya memutuskan untuk konsentrasi berbelanja di 1 toko saja. Di toko batik lasem tersebut saya berhasil mendapatkan 11 helai batik. Setidaknya saya masih bisa engkel-engkelan harga dengan mas yang jual. I have told him that i’m not a reseller, i bought these as a gift to my colleague. Dia cuma senyum-senyum dan bilang “iya, gak papa toh untungnya lumayan” sambil tetap memaksa tidak mau menurunkan harga. Akhirnya saya berhasil membujuknya dan menurunkan harga beberapa ribu rupiah sehingga masuk budget hadiah. Saat saya membuka dompet, beneran dong, uangnya pas senilai harga semua batik ini, tinggal uang saya sendiri sekitar 20-30 ribu. Mungkin tampang saya memang penjual kain ya karena terlalu sering nongkrong di toko kain dan batik. Inilah hasil saya berbelanja batik hari ini. Semoga teman-teman yang mutasi dan menerima hadiah ini terpuaskan. Selamat bertugas di tempat baru, semoga semakin sukses dan lancar kariernya. xoxo