Delapan hari setelah berpisah dengan The Czech Gang di Hotel Victory Tentena, saya kembali bertemu dengan mereka pagi itu di Bandara Soekarno Hatta saat mereka transit sebelum harus kembali terbang ke Ceko via Dubai pada sore harinya. Saya baru sampai bandara pada pukul 8.10an karena harus menunggu supir yang belum datang sedangkan para bule sudah mendarat pada pukul 7.00 wib. I initiated this city tour on Friday when they were still in Tanjung Bira Beach, South Sulawesi. And they simply agree to my offering.

Our first destination was Soto Betawi Roxy H. Darwasa, an infamous traditional Jakarta soup made of beef or beef offal, cooked in a whitish cow milk or coconut milk broth, with fried potato and tomato. Our real first destination was an Indomart store near to Roxy when Michal tried to find banana for breakfast as he was having a stomach problem.

I don’t really like soto Betawi, but i can’t resist Soto Betawi H. Darwasa seduction. It is the most delicious Soto Betawi in town.

Gambar di atas bukanlah bekas makanan kami tetapi bekas tetangga sebelah meja kami. Ini baru bekas makanan kami.

Saat saya masuk membawa 3 orang bule, warung soto ini tiba-tiba menjadi sedikit heboh baik pengunjung maupun pengelolanya. Mereka bertanya kepada saya bule dari mana ini, mau ke mana, sedang apa di Jakarta, dsb. Walhasil kami mendapat layanan yang lumayan istimewa saat itu dengan harga makanan sama seperti pengunjung lain. 😀

At 10 am, we arrived at Kota Tua (Jakarta Old Town or Oud Batavia), a reminder of Dutch colonial. There are some historical buildings with Dutch or European architecture style in the area.Fatahillah square in front of Jakarta History Museum (Museum Fatahillah).

You can rent these colorful bicycles to go along the area.

INGAT!!! Semua museum di Jakarta yang dikelola Pemda libur setiap hari Senin, jadi jangan mencoba jelajah museum pada hari Senin karena akan percuma saja.
Saatnya masuk ke Museum Fatahillah yang sudah lama tidak saya kunjungi. Sekarang kalau mau masuk Museum Fatahillah harus memakai sandal jepit, tidak boleh memakai sepatu. Petugas menyediakan sendal jepit dan kantong untuk menyimpan alas kaki kita selama kita memakai sandal jepit.

Kurang tahu pertimbangan kebijakan memakai sandal jepit ini, mungkin karena jika kita memakai stiletto, wedges, platform shoes, sepatu gunung atau alas kaki lain bisa merusak lantai museum yang terbuat dari kayu.

What kind of selfie we did?? -,-

Suddenly there were so may fans of Czech Gang in the museum. Some were so polite and shy to take a picture or talk to the bules, but some so agresive and cabe-cabean-look-alike. And there was a girl touched David’s nose and tried to have a kiss from him. :O

Segera setelah mengembalikan sandal ke petugas museum, kami pergi ke toilet sebentar dan para fans bule-bule ini masih saja banyak, bahkan saat kami sedang menuju Museum Wayang dan melihat-lihat penjual makanan dan minuman yang akhirnya saya mengajak bule-bule ini ke Museum Seni Rupa dan Keramik saja biar tidak banyak fans berkeliaran.
I love being in Fine Art and Ceramic Museum as it serene, cool, beautiful, and less noise. The museum displays some beautiful paintings from the infamous Indonesian painters like Raden Saleh and Affandi on the second floor.

We only met some elementary school students who were drawing their favourite object in the museum with a teacher as guide.
Lalu kami berpindah ke bagian keramik mancanegara. Keramik-keramik indah ini dipajang di ruang yang entah memang dindingnya dibuat artistik atau memang rusak karena termakan rayap dan waktu.

Karamik nuansa oriental yang sangat cantik.

Melewati ruangan yang terlihat sangat nyaman dan artistik ini. Serasa ingin bisa gegoleran atau pun bicara dari hati ke hati denganmu dalam pencahayaan yang syahdu ini. 🙁

How cute these piggy banks by potters of Trowulan, East Java in this national ceramic section.

Ceramics from Bali, Singkawang, Manado, Malang, Banten, and other area in Indonesia are well displayed here. <3

It was exactly midday when we arrived at Port of Sunda Kelapa. So hooottt.

This was my first time to be here and i was amazed by the size of the Pinisi, a traditional two masted wooden sailing ship serving inter-island freight service in the archipelago.

We had an opportunity to sight-seeing a ship when Jan allowed to get in by the worker.

This ship is serving interisland freight service from Jakarta to Pontianak. It takes about 1 to 2 weeks to load the cargo in to the ship, 3 days sailing to Pontianak, another 1 week to unload the cargo, then load another cargo before they go back to Jakarta. The cargo contains cements, pipes, food, drinks, and anything.

This was the end of the traditional Pinisi line up as you found some modern ships and cargo. We might go back to the place where we dropped by in an unofficial car park. I met a young lonely Switzerland guy, named Stephane, who arrived in jakarta Yesterday and would go to Yogyajarta when i walked out from this port. I asked him to join us to go to Istiqlal Mosque and he agreed. Port of Sunda Kelapa became of of Syahrini’s “Seperti Itu” music video set, btw.

Pernah sih ke Masjid Istiqlal cuma ke halaman dan bagian masuk bagian samping tapi belum pernah masuk dan melihat kubanya yang ternyata bagus banget dan besar ini. Awalnya sih agak ragu, apa bisa nonmuslim masuk ke Istiqlal tetapi karena bule-bule ini pada ingin masuk ya sudahlah. Ternyata nonmuslim boleh masuk ke Masjid Istiqlal tetapi di beberapa bagian saja dan akan dibimbing oleh Bagian Humas Masjid Istiqlal. Kita harus mendaftar ke Bagian Humas lalu berganti pakaian jika mengenakan pakaian yang masih memperlihatkan aurat, seperti saya yang memakai celana pendek, dan menggantinya dengan jubah batik yang disediakan. Akan ada petugas yang mendampingi kita berkeliling agar tahu bagian mana saja yang boleh diinjak oleh nonmuslim dan mana yang tidak boleh. Sepengamatan saya, bagian untuk salat yang berkarpet merupakan bagian yang dilarang untuk diinjak pengunjung yang nonmuslim.

Ternyata ada semacam lapangan terbuka yang bisa digunakan jika jamaah membludak misal saat Salat Jumat atau pada Bulan Ramadan. gara-gara aurat nih jadi harus ganti jubah ala bathrobe ini.

Mas Bayu, tour guide kami saat itu, sedang meminta kami menuliskan nama di buku tamu. Pengunjung dapat menyumbang sukarela untuk tur yang telah dilakukan. Dan ternyata banyak bule nonmuslim yang mengunjungi masjid ini.

Dari Masjid Istiqlal kami berpindah ke Gereja Katedral Jakarta di seberangnya. Tour yang adem ayem dari awal terasa kurang seru kalau tidak ada dramanya. Tiba-tiba ada seorang tour guide yang baru saja selesai tugasnya dengan mengantar bule ke Istiqlal tiba-tiba menyamperi kami dan menawarkan jasa travelnya. Si Stephane di dekati terus dan ditanya-tanyai mau ke mana setelah ini, ke sana naik apa, mau menginap di mana, dsb tetapi Stephane hanya menjawab seperlunya dan tidak mau menggunakan jasa travel untuk perjalanannya nanti. Setelah itu dia mendekati saya sambil bertanya dari mana tadi, sudah berapa lama sama bule-bule ini, mau ke mana setelah ini dan tiba-tiba nyinyir “Enak ya nge-guide-in bule gini pasti dapat banyak tip apalagi sejak dari Sulawesi”. lalu saya omelin lah dia “Enak aja banyak tip, mereka adalah teman-teman saya sejak di Sulawesi dan untuk city tour ini atas inisiatif saya dan saya tidak memungut biaya apa pun dari mereka apalagi tip.” tetapi dia masih tertawa-tawa seperti tidak percaya dan malah ikut kami menyeberang ke Katedral.

Gereja Katedral Jakarta ini ternyata sangat indah dengan nuansa Eropa yang kental.

Pada saat kami ke luar dari gereja, si mas ini masih ngotot mendekati Stephane walaupun Stephane menghindar bahkan berpura-pura mau ikut aku ke Bandara untuk mengantar Czrech Gang. Dan kami pun memilih untuk kembali ke mobil yang di parkir di dekat Ragusa memilih jalan di pinggir jalan tidak melalui dalam masjid agar si mas agen travel tidak membuntuti kami.
Czech Gang meminta saya mengantar mereka ke toko oleh-oleh khas Jakarta tetapi saya bingung mau oleh-oleh macam apa. Lalu mereka bilang kaos dan kata supir kami mungkin sebaiknya mencari kaos di para pedang di pinggiran Monas. Sesampainya di Monas ternyata tidak ada kaos yang bertuliskan jakarta, adanya yang bertuliskan Monas atau Indonesia padahal saat itu sudah pukul 15.00 wib. Oleh-oleh lain yang diinginkan adalah cabai, mungkin karena tidak ada cabai di Ceko sana. Saya membelikan cabai di sebuah warung lalapan ayam goreng di kawasan Monas juga sekaligus beberap buah pisang untuk Michal yang merasa kelaparan karena pagi hanya makan pisang dan hanya mencicipi sedikit soto Betawi. Seperti halnya saat kami di tengah jalan dari Ampana ke Tentena saat membeli camilan di warung, pemilik warung lalapan juga kaget karena dia bilang di sini seharusnya hanya boleh menjual paket makanan seperti yang tertera di nama warung lalu membayarnya ke kasir bersama, bukan hanya membeli segenggam cabai dan beberapa buah pisang dan langsung dibayar. Lalu ngapain pula kata dia bule-bule ini membeli cabai. 😀

Stepahen dan kami akhirnya harus berpisah di Monas saat saya harus mengantarkan para bule Ceko ke Bandara dan Stephane memilih untuk tetap di sekitar Monas saja. beberapa hari kemudian saat saya Whatsapp Stephane, dia mengatakan bahwa sepeninggal kami, dia ternyata tidak sengaja bertemu mas agen travel di sekitar Monas lalu mas itu mengajak Stephane untuk ngopi di Sevel atau sejenisnya dan Stephane mengiyakan. Sambil ngopi-ngopi itu, si mas agen travel masih berusaha agar Stepahne menggunakan jasa travelnya tetapi sayang dia tidak berhasil walaupun telah mengeluarkan uang untuk mentraktir kopi Stephane.
Saya dan Czech Gang langsung meluncur ke bandara via Tomang tetapi kami mampir dulu ke Indomaret di jalan menuju Slipi untuk membeli rokok dan pisang. David sebenarnya tidak merokok, kalau dirokok sih mungkin suka, tetapi rokok sebagai oleh-oleh untuk rekan-rekannya di Ceko. Katanya rokok di Ceko berbeda dengan rokok di Indonesia karena ada atau tidaknya mentol sehingga setiap kali ke Indomaret atau Alfamart dia akan membeli rokok yang berbeda sebagai oleh-oleh. Sedangkan Michal, dia beli pisang lagi dan lagi. Seingat saya, kami telah mampir 3 Indomaret/Alfamart.

Dan akhirnya sekitar pukul 16.30 wib kami tiba di Bandara Soekarno Hatta. Sebelum mereka masuk, saya memberikan kenang-kenangan berupa selembar batik Betawi untuk masing-masing dengan harapan agar mereka mengingat saya sekaligus mempromosikan produk Indonesia di Ceko.

Nice to meet you, guys. BYE.